Adab dalam Mengkaji Ilmu

Adab dalam Mengkaji Ilmu

Nasihat-nasihat yang guru kami Abah Prof. Dr. TGH. Zainal Arifin  Munir Lc,.M. Ag selalu ingatkan kepada kita semua khususnya santri/santriwati YANMU NW PRAYA untuk selalu memperbaiki niat dalam belajar.

Memperbaiki niat dalam setiap amalan baik menjadi salah satu nasihat emas dari beliau

أول العلم النیة، ثم الاستماع، ثم الفھم، ثم الحفظ، ثم العمل، ثم النشر

Permulaan ilmu adalah niat, kemudian mendengarkan, kemudian memahami, kemudian menghafalkan, kemudian mengamalkan, kemudian menyebarkan.

Niat

Niat adalah keinginan dalam hati untuk melakukan suatu tindakan yang ditujukan hanya kepada Allah SWT.

Sufyan bin ‘Uyainah pernah berkata,

طلبنا ھذا العلم لغیر الله فأبى الله أن یكون لغیره

 “Kami menuntut ilmu awalnya berniat mencari ridho selain Allah. Kemudian Allah tidak ingin jika niatan tersebut kepada selain-Nya.”

Berdasarkan petunjuk para ulama’ dapat kita simpulkan bahwa niat yang benar dalam belajar adalah untuk meraih ridha Allah SWT, untuk mengamalkan ilmu, mengajarkan kepada orang lain, menegakkan syariat Allah SWT, menyucikan hati, dan sebagai bentuk kesyukuran kita atas karunia akal dari Allah SWT.

Lalu bagaimanakah niat yang benar dalam menuntut ilmu…?

Syaikh ‘Abdus Salam Asy Syuwai’ir mengatakan bahwa ada tiga perkara yang mesti dipenuhi agar seseorang disebut memiliki niatan yang benar dalam menuntut ilmu.

1.      Menuntut ilmu diniatkan untuk beribadah kepada Allah dengan benar.

2.      Berniat dalam menuntut ilmu untuk mengajarkan orang lain.

Sehingga para ulama seringkali mengatakan bahwa hendaklah para pria menguasai perkara haid agar bisa nantinya mengajarkan istri, anak dan saudara perempuannya.

3.      Istiqomah atau terus menerus dalam amal dan menuntut ilmu butuh waktu yang lama (bukan hanya sebentar).

العلم إذا أعطیته كلك أعطاك بعضه

“Yang namanya ilmu, jika engkau memberikan usahamu seluruhnya, ia akan memberikan padamu sebagian.”


Adab dalam mengkaji ilmu2

Mendengarkan ilmu

الْعِلْمِ الإِنْصَاتُ ثُمَّ الإِسْتِمَاعُ ثُمَّ الْحِفْظُ ثُمَّ الْعَمَلُ ثُمَّ النَّشْر

Ilmu itu dimulai dari memperhatikan dengan teliti, kemudian mendengarkan, kemudian menghafalkan, kemudian mengamalkan, kemudian menyebarkan.

Adab yang tidak kalah pentingnya dari adab sebelumnya  adalah mendengarkan kajian/ilmu yang disampaikan dengan penuh konsentrasi. Kita harus fokus ketika mempelajari ilmu, ketika duduk di majelis ilmu. Hilangkan segala urusan kita, fokus kita bagaimana mendengar firman-firman Allah dan sunnah-sunnah Nabi SAW dibacakan, dan konsentrasi kita harus tertuju pada ilmu yang sedang kita pelajari dan kita dengar.

Jadi, kita harus diam dan mendengarkan dengan seksama.

الَّذِيۡنَ يَسۡتَمِعُوۡنَ الۡقَوۡلَ فَيَتَّبِعُوۡنَ اَحۡسَنَهٗ​ ؕ اُولٰٓٮِٕكَ الَّذِيۡنَ هَدٰٮهُمُ اللّٰهُ​ وَاُولٰٓٮِٕكَ هُمۡ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ‏ ١٨

“Maka berilah kabar gembira kepada hamba-hambaKu, yaitu orang-orang yang mendengar ucapan (Al-Qur’an) yang disampaikan kepada mereka dengan seksama/konsentrasi lalu mereka mengikutinya/mengamalkannya. Merekalah orang-orang yang Allah berikan petunjuk, dan merekalah orang-orang yang menggunakan akal sehatnya.” (QS. Az-Zumar ayat 18)

Menghafalkan ilmu

Salah satu yang diperlukan untuk (meraih) ilmu itu adalah:

یُرَادُ لِلْعِلْمِ الْحِفْظُ وَالْعَمَلُ وَالإِسْتِمَاعُ وَالإِنْصَاتُ وَالنَّشْر

menghafalkan, mengamalkan, mendengarkan, memperhatikan dengan teliti, dan menyebarkan.

Orang-orang yang sukses dalam menuntut ilmu, yakni para ulama seperti Imam Syafi’i, Imam Nawawi, Imam Ibnu Hajar rahimahumullah, dan yang lainnya, perjuangan belajar mereka tidak lepas dari upaya menghafalkan ilmu. Syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menyampaikan kegiatan menghafal beliau di masa-masa belajar,

حفظنا قلیلا وقرأنا كثیرا، فانتفعنا بما حفظنا أكثر من انتفاعنا بما قرأنا

 “Kami menghafal sedikit dan banyak membaca. Ternyata manfaat yang kami dapat dari hafalan lebih banyak daripada yang didapat dari membaca.”

Karena ilmu yang didapat dari menghafal, akan lebih kokoh tersimpan di dalam jiwa daripada yang didapat dari membaca. Meski kedua metode ini sangat bermanfaat. Ada ilmu yang memang harus dihafal. Ada yang cukup dengan membaca. Namun, jangan pernah menganggap sepele metode menghafal dalam belajar, kemudian mencukupkan dengan pemahaman. Manfaat menghafal bagi penuntut ilmu telah dirasakan sendiri oleh orang-orang yang telah sukses dalam belajar.


Adab dalam mengkaji ilmu3

Mengamalkan ilmu

Di antara adab menuntut ilmu juga adalah mengamalkan ilmu yang telah diketahui. Karena ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diiringi dengan amal.

Maka hendaknya orang yang berilmu mengamalkan ilmunya. Karena orang yang berilmu besok pada hari kiamat akan dimintai pertanggung jawabannya,apakah ilmu yang dimiliki telah diamalkan?

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ یَوْمَ الْقِیَامَةِ حَتَّى یُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِیمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِه فِیمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِه مِنْ أَیْنَ اكْتَسَبَه وَفِیمَ أَنْفَقَه وَعَنْ جِسْمهِ

فِیمَ أَبْلاَه

 “Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ditanya tentang umurnya untuk apa ia gunakan, tentang ilmunya untuk apa ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia nafkahkan serta tentang badannya untuk apa ia gunakan.”

Menyebarkan ilmu.

Mengamalkan dan menyebarkan ilmu kepada orang lain adalah amalan yang mulia. Ketika seseorang memberikan ilmu (penjelasan atau arahan) kepada orang lain dan ilmu yang ia sampaikan itu menjadi perantara orang tersebut diberikan hidayah oleh Allah Swt, maka itu lebih baik baginya daripada seluruh kemewahan.

Saat ini  menyebarkan ilmu agama dapat dilakukan melalui radio, televisi, surat kabar, majalah atau bahkan melalui media sosial, seperti Facebook, Instagram, Youtube, dan lain sebagainya. Dengan media-media tersebut, penyebaran agama Islam dapat dilakukan dengan mudah.

Karena Menyebarkan ilmu agama merupakan salah satu perbuatan kebaikan (amar ma’ruf) yang diperintahkan dalam Islam. Hal ini selaras dengan yang dijelaskan dalam sebuah ayat Alquran yang berbunyi.

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ یَدْعُونَ إِلَى الْخَیْرِ وَیَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَیَنْھَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ ھُمُ الْمُفْلِحُون

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Salah satu yang menjadi fokus penting dalam tulisan ini adalah, sebuah adab yang mesti hadir dalam sebuah alur pendidikan. Baik adab dari seorang murid, guru atau pengajar, sampai keluarga pun harus juga mempunyai adab dalam menuntut ilmu.

Dari arti di atas kita bisa melihat bahwa adab adalah sebuah adat kebiasan yang biasa dilakukan oleh penuntut ilmu.